Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jamu adalah obat tradisional yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dan sebagainya, yang biasanya diramu dan diminum untuk menyembuhkan penyakit atau menjaga kesehatan. Meskipun definisi KBBI cukup sederhana, jamu dalam praktik budaya Indonesia lebih dari sekadar "obat". Jamu menyentuh aspek:
- Budaya (merupakan bagian dari identitas etik dan tradisi)
- Holistik (Menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, dan emosi
- Spiritualitas (dengan niat, doa, dan ritual dalam pembuatannya)
Asal-Usul
Jamu: Dari Alam ke Jiwa
Pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kesehatan terlihat
pada masa klasik, yaitu pada periode Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia.
Hal tersebut dapat diketahui dari data-data arkeologi yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa masyarakat Jawa kuno telah melakukan pembagian pekerjaan
dalam bidang kesehatan. Dari Relief Kharmawibhangga yang terletak di Candi
Borobudur Provinsi Jawa Tengah, menceritakan beberapa adegan yang berisi
tentang bidang kesehatan, seperti pertolongan yang dilakukan kepada orang yang
sakit, rasa syukur terhadap kesembuhan yang dialami oleh orang sakit, serta
proses kelahiran yang dibantu oleh seorang dukun beranak (Kasiyati, 2008 dalam Isnawati dan Sumarno, 2021).
Relief ini berangka tahun 722 Masehi dan merupakan peninggalan dari Kerajaan
Mataram pada masa pemerintahan Raja Syailendra.
Pengetahuan tentang bidang kesehatan ini kemudian berkembang hingga wilayah Jawa Timur, yaitu pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit abad ke-13 Masehi. Prasasti Madhawapura yang tidak berangka tahun mengatakan bahwa pada masa dahulu ada pembagian profesi yang memiliki tugas khusus untuk meracik jamu. Peracik minuman jamu disebut “Acaraki”. Syarat khusus yang dilakukan Acaraki sebelum meracik jamu, yaitu melakukan meditasi dan berpuasa dengan tujuan agar sang peracik dapat merasakan energi positif yang bermanfaat bagi kesehatan (Sukini, 2018 dalam Isnawati dan Sumarno, 2021).
Selain dari Prasasti Madhawapura, ada juga
peninggalan arkeologi lain, seperti relief yang terdapat di Candi Surowono,
Candi Rimbi, dan kutipan dari Kitab Korawacrama yang semakin memperkuat bahwa
minuman jamu memiliki peranan penting sebagai obat-obatan tradisional pada masa
lampau. Dapat dikatakan bahwa keberadaan minuman kesehatan tradisional ini pada
masa Kerajaan Majapahit mengalami perkembangan karena jamu telah dikenal oleh
masyarakat sebagai obat-obatan tradisional yang dapat menyembuhkan beberapa
jenis penyakit. Olahan jamu yang dibawa pedagang jamu gendong pada saat ini
merupakan representasi dari lambang Kerajaan Majapahit, yaitu “Surya
Majapahit”. Hal tersebut menunjukkan bahwa 8 jenis jamu yang diperjual belikan
memiliki makna tiap jenisnya, yaitu kunyit asam, beras kencur, cabe puyang,
pahitan, kunci suruh, kudu laos, uyup-uyup, dan sinom. Makna tersebut dikatkan
dengan kehidupan sehari-hari yang dimulai dari rasa manis-asam, kemudian
sedikit pedas-hangat, pedaspahit, rasa tawar, dan diakhiri dengan rasa manis
kembali dengan tujuan agar manfaat yang dirasakan berkhasiat bagi tubuh (Budi,
2017).
Tanaman yang dapat diolah menjadi minuman jamu adalah tanaman yang
diyakini oleh masyarakat di Kerajaan Majapahit dapat menyebuhkan beberapa jenis
penyakit. Tanaman tersebut hidup dipekarangan, sengaja ditanam, dan bahkan
dapat ditemukan di hutan. Jenis-jenis tanaman obat tersebut dapat
diidentifikasi dalam sumber sejarah yang terpahat dalam beberapa relief candi
di Jawa Timur, menjadi komoditas perdagangan, dan didukung oleh sumber
literature yang ada. Dapat disimpulkan bahwa tanaman-tanaman yang
diidentifikasi di relief dan kitab merupakan tanaman obat yang memiliki
khasiat. Bagian yang dapat dimanfaatkan adalah akar, daun, batang, biji, dan
buah. Pemanfaatan bagian tanaman-tanaman ini disesuaikan dengan jenis
penyakitnya. Kemudian untuk memperkuat bukti lainnya adalah Kitab Usadha atau
kitab obat-obatan yang berasal dari Bali. Kitab ini merupakan salah satu
referensi yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengidentifikasi tanaman
yang digunakan, dengan ketentuan bahwa dahulu Bali merupakan wilayah yang
ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit sehingga budaya-budaya yang dimiliki oleh
orang Bali memiliki kemiripan dengan budaya dari Kerajaan Majapahit. Berikut
adalah jenis jenis tanaman obat yang dikenal oleh masyarakat di Kerajaan
Majapahit pada tahun 1305-1400 Masehi berdasarkan sumber yang ditemukan dan
bagian yang dimanfaatkan (Isnawati dan Sumarno, 2021):
No. |
Bagian
Tanaman Nama Tumbuhan |
Bagian
Tanaman Nama Tumbuhan |
1 |
Rimpang atau Umbi |
Jahe, kunyit, kencur, lempuyang, temu kunci, lengkuas, temu
giring |
2 |
Daun |
Daun Sirih, kangkung, pandan, puring |
3 |
Batang |
Kayu
manis, pulosari, pule |
4 |
Buah |
Mengkudu,
kelapa, jeruk nipis, belimbing wuluh, kapulaga, maja, asam |
5 |
Biji |
Pinang,
kapur barus, kecubung, pala, adas |
6 |
Akar |
Aren |
7 |
Seluruh
tanaman |
Sambiloto |
Olahan jamu yang dibawa oleh para penjual jamu gendong pada saat ini merupakan representasi dari “Surya Majapahit”. Berikut 8 olahan jamu beserta manfaatnya (Purnomo, 2015 dalam Isnawati dan Sumarno,2021):
- Kunyit Asam, merupakan jamu yang berbahan dasar rimpang kunyit (Curcuma domestica Vahl) dan asam (Tamarindus indica L.) yang memiliki cita rasa manis dan asam. Jamu ini berwarna kuning menyerupai kunyit dan memiliki makna sebagai kehidupan yang dimulai dari masa bayi hingga anak-anak yang terasa manis Jamu ini bermanfaat sebagai antibiotik dan obat pencegah sariawan.
- Beras Kencur, merupakan jamu yang berbahan dasar beras (Oryza sativa) dan kencur (Kaempferia galangal L.) yang memiliki cita rasa sedikit pedas dan melambangkan peralihan kehidupan menuju masa remaja dengan merasakan pedasnya kehidupan dan memiliki sikap egoisme (Jamu ini memiliki manfaat untuk menyegarkan tubuh, mencegah batuk, meningkatkan nafsu makan, serta meningkatkan kenyaringan suara)
- Cabe Puyang, merupakan jamu yang berbahan dasar cabe jamu (Piper retrofractum Vahl.) dan lempuyang (Zingiber zerumbet). Jamu ini merupakan simbol ketika manusia menginjak masa dewasa yang mulai merasakan kepahitan hidup sehingga bersifat mulai labil. Cabe puyang memiliki perpaduan rasa antara pedas hingga mulai kepahit-pahitan. Jamu ini memiliki manfaat untuk menghilangan kelelahan, meningkatkan nafsu makan, dan mencegah masuk angin.
- Pahitan, merupakan jamu yang berbahan dasar sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dan brotowali (Tinospora crispa), pule (Alstonia scolaris L. R. Br.), widoro laut (Strychnos ligustrina), ada juga yang menambahkan adas (Foeniculum vulgare) sebagai resep tambahan. Jamu ini melambangkan kehidupan dewasa yang pahit namun harus tetap dijalani. Dari nama tersebut dapat disimpulkan bahwa cita rasa dari jamu ini adalah pahit, wajib diminum, serta berkhasiat untuk menghilangkan gatalgatal seperti membersihkan darah dan mencegah alergi
- Kunci Suruh, merupakan jamu yang berbahan dasar temu kunci (Boesenbergia pandurata), kunyit (Curcumae domesticate), jahe (Zingiber officimale), kencur (Kaempferia galangal), kapulaga (Amomum compactum), sirih (Piper betle), beluntas (Pluechea indica), kayu manis (Cinamomum verum), asam jawa (Tamarindus indica), serai (Cymbopogon citratus), jeruk nipis (Citrus x auratiifolia) yang bercita rasa pahit dan melambangkan tentang kesuksesan hidup yang akan diraih dari sesuatu yg dipelajari sejak kecil
- Kudu Laos, merupakan jamu yang berbahan dasar mengkudu (Morinda citrifolia) dan laos (Alpinia galangal). Jamu ini berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi kolesterol. Kudu laos adalah jamu penghangat, sehingga jamu ini melambangkan tentang kedewasaan manusia yang harus mampu mengayomi orang-orang yang ada di sekitarnya.
- Uyup-uyup/gepyokan, merupakan jamu yang berbahan dasar kencur (Kaempferia galanga), jahe (Zingiber officinale), bangle (Zingiber montanum), laos atau lengkuas (Alpnia galangal), kunyit (Zingiberaceae), dan temu giring (Curcuma heyneana). Jamu ini bermakna sebagai pengabdian diri manusia kepada tuhannya yang berwujud kepasrahan tulus seorang hamba.
- Sinom, merupakan jamu yang berbahan dasar asam (Tamarindus indica). Sinom bercita rasa asam, manis, dan segar serta melambangkan akhir hidup manusia yang apabila dilahirkan dalam keadaan suci maka harus kembali ke tuhan dalam keadaan suci pula (moksa)
Jamu diracik dengan pengetahuan turun-temurun, sering kali dilengkapi doa dan laku
spiritual, karena kesehatan dipandang sebagai harmoni antara
tubuh, batin, dan alam.
Pada masa penjajahan Belanda, minat terhadap tanaman obat
Indonesia meningkat. Banyak resep jamu mulai didokumentasikan secara ilmiah,
bahkan menjadi bagian dari studi botani dan pengobatan tropis.
Memasuki abad ke-20, jamu mulai diproduksi secara massal oleh
perusahaan lokal. Produknya mulai dikemas dalam bentuk serbuk, kapsul, dan
cairan siap minum.
Pada era sekarang, jamu mengalami transformasi:
- Hadir di kafe jamu modern,
- Dipadukan dengan gaya hidup holistik,
- Digunakan dalam retreat spiritual, yoga, hingga terapi penyembuhan alami.
Pemerintah telah mendorong jamu sebagai bagian dari Industri Obat Tradisional Nasional, dan WHO mengakui pentingnya pengobatan tradisional dalam sistem kesehatan global. Pada Tahun 2023, Budaya Sehat Jamu (Jamu Welness CUlture) masuk dalam daftar Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity Unesco.
Jamu dalam
Perspektif Kearifan Lokal
Kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang dijaga dan diturunkan dari generasi ke generasi, serta dianggap berguna bagi kelompok tertentu yang menjadikannya sebagai acuan dalam kehidupan sosial. Kebijaksanaan tradisional menjadi salah satu cara yang diterapkan oleh masyarakat untuk menghadapi serta menyelesaikan permasalahan dengan cara yang cerdas, yang didasarkan pada pengakuan lisan, arsip maupun benda - benda.
Di balik setiap ramuan jamu, terdapat filosofi hidup masyarakat Indonesia yang sangat erat dengan alam dan keseimbangan. Dalam budaya Jawa, misalnya, kesehatan tidak hanya diartikan sebagai kondisi fisik, tetapi juga selarasnya tubuh, pikiran, dan jiwa.
Membuat
jamu juga melibatkan pengetahuan
turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Resep dan cara
meracik jamu biasanya bersifat lokal dan berbeda antar daerah, menunjukkan
kekayaan etnobotani Indonesia. Jamu
tidak lagi dianggap kuno, tetapi menjadi simbol gaya hidup sehat yang autentik
dan berakar pada budaya sendiri. Sebagai bagian dari kearifan lokal, jamu perlu
terus dilestarikan. Ini bisa dilakukan dengan:
- Mengajarkan anak-anak
tentang manfaat jamu
- Mendukung UMKM lokal
produsen jamu
- Mendokumentasikan
resep-resep jamu tradisional
- Mempromosikan jamu
lewat media sosial atau blog
Melestarikan jamu bukan hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga soal menghargai ilmu pengetahuan lokal yang terbukti memiliki manfaat besar bagi kesehatan manusia.
Jamu:
Pendekatan Holistik untuk Kesehatan Sejati
Di zaman
yang serba cepat dan instan ini, banyak individu mulai menyadari betapa
pentingnya kembali ke asal-terhadap alam, budaya, dan gaya hidup yang lebih menyeluruh.
Salah satu warisan leluhur Nusantara yang kembali menjadi perhatian adalah
jamu, ramuan tradisional yang berbasis rempah-rempah, yang tidak hanya
berfungsi untuk menyembuhkan fisik, tetapi juga memberikan pendekatan
menyeluruh terhadap kesehatan.
Dalam
pandangan sebagian besar orang di era modern, jamu sering dianggap sebagai obat
alami. Namun, dalam tradisi leluhur, jamu tidak hanya berfokus pada pengobatan.
Ramuan ini disiapkan untuk mencapai keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan
jiwa. Tiga aspek utama dalam pandangan kesehatan yang menyeluruh.
Manusia
bukan hanya sekadar mesin biologis, tetapi sebagai entitas yang rumit. Kesehatan
ditentukan oleh pola makan, perasaan, kualitas tidur, hubungan sosial, serta
ikatan dengan alam.
Masyarakat
tradisional di Nusantara memiliki pengetahuan yang mendalam tentang arti
penting hidup selaras dengan lingkungan alam. Mereka meyakini bahwa kesehatan
yang baik adalah hasil dari kehidupan yang seimbang: antara aktivitas dan
istirahat, antara memberi dan menerima, serta antara dunia luar dan dunia
batin. Jamu menjadi simbol kearifan
lokal yang sangat mendukung filosofi hidup seimbang ini:
- Bahan jamu berasal dari tumbuhan sekitar. menekankan
pentingnya lokalitas dan keberlanjutan.
- Proses pembuatan jamu sering dilakukan secara
perlahan, dengan niat baik—mengajarkan kita tentang kesadaran (mindfulness).
- Resep jamu diwariskan dengan nilai – nilai, bukan
hanya dosis akan tetapi juga etika
dan makna hidup.
Saat ini, semakin banyak individu yang mengadopsi gaya hidup holistik:
konsumsi makanan sehat, praktik meditasi, melakukan olahraga ringan, melakukan
detoksifikasi, hingga menggunakan terapi energi. Jamu dapat menjadi komponen
penting dari gaya hidup ini. Banyak inovasi muncul, diantaranya:
• Jamu modern
tersedia dalam bentuk dingin yang diekstrak atau tablet herbal
• Klinik
holistik yang mengintegrasikan penggunaan jamu, yoga, pijat, dan layanan
konseling
• Kelas
untuk belajar meracik jamu sendiri sebagai bagian dari perawatan diri
Hal ini menunjukkan bahwa jamu bukan hanya sekadar warisan dari masa lalu,
tetapi juga merupakan solusi untuk masa depan bagi orang-orang yang ingin hidup
sehat secara menyeluruh, mencakup aspek fisik, emosional, dan spiritual. Menghidupkan
kembali tradisi jamu merupakan bagian dari upaya merawat diri secara
menyeluruh:
- Merawat tubuh dengan bahan-bahan alami.
- Merawat pikiran melalui gaya hidup sadar dan sederhana.
- Merawat jiwa dengan menghargai budaya sendiri dan menjalani hidup yang penuh makna.
Jamu dan Spiritualitas: Menyatu dengan Alam, Menyembuhkan Diri
Di tengah
modernisasi dan pencarian makna hidup yang makin dalam, banyak orang mulai
beralih pada praktik-praktik yang membumi, alami, dan penuh kesadaran. Jamu—bukan hanya sebagai minuman
kesehatan, tapi juga sebagai sarana
spiritual dan penyembuhan diri secara menyeluruh.
Dalam
budaya Nusantara, jamu lebih dari sekadar obat. Ia adalah warisan spiritual yang terhubung
dengan siklus alam, niat baik, dan kesadaran dalam hidup.
Contohnya:
- Petani memetik tanaman herbal dengan niat tulus, bukan sekadar untuk
dijual
- Proses meracik jamu dilakukan dalam keadaan hati tenang, kadang diiringi doa
- Penggunaan jamu diiringi dengan ritual pembersihan diri,
meditasi, atau puasa ringan
Semua ini
menunjukkan bahwa energi di balik jamu
sangat penting. Tidak hanya bahan alaminya yang menyembuhkan, tapi juga niat,
kesadaran, dan hubungan batin kita dengan alam semesta.
Spiritualitas
bukan selalu tentang agama, tapi tentang kesadaran, kehadiran, dan hubungan dengan yang lebih besar dari diri
sendiri. Dalam konteks itu, jamu bisa menjadi alat untuk:
- Melatih mindfulness: ketika kita menyeduh, mencium aroma rempah, dan
meminum jamu perlahan-lahan.
- Mendekatkan diri pada
alam: karena jamu mengingatkan kita bahwa
alam menyediakan semua yang kita butuhkan.
- Menjadi ritual
self-care yang sakral: bukan hanya
rutinitas, tapi bentuk cinta pada diri sendiri dan tubuh kita.
Bayangkan
minum jamu bukan sekadar menelan cairan, tapi sebagai ritual penyucian tubuh dan jiwa. Saat tubuh kita disentuh oleh
kebaikan alam, jiwa pun ikut luluh.
Dalam
banyak tradisi spiritual, tumbuhan dipercaya memiliki energi atau vibrasi tertentu. Kunyit, jahe, temulawak, dan rempah
lainnya bukan hanya memiliki zat aktif, tapi juga menyimpan frekuensi alami penyembuhan. Mengonsumsi
jamu berarti:
- Menyerap energi
bumi yang penuh kasih.
- Membuka saluran energi tubuh (prana/chi) yang
mungkin tersumbat oleh stres dan racun.
- Menyelaraskan tubuh dengan ritme alam semesta: siklus bulan,
musim, dan keseimbangan unsur.
Spiritualitas sejati
selalu membawa kita pulang ke dalam
diri sendiri. Jamu mengajarkan kita untuk:
- Melambat
- Mendengar tubuh
- Merawat dengan kelembutan
- Menghargai apa yang tumbuh di sekitar kita
Ini adalah
bentuk spiritualitas yang membumi: sederhana, alami, dan otentik. Dalam budaya
kita, spiritual tidak selalu butuh tempat ibadah—kadang cukup dengan segelas jamu hangat, dan niat yang
tulus untuk sembuh dan berkembang.
Jamu, penghubung antara penyembuhan tubuh dan pembersihan jiwa
Menyampaikan pesan berharga dari leluhur
Bahwa alam adalah teman kita
Bahwa tubuh layak dirawat dengan kasih dan perhatian.
Dalam secangkir jamu, terdapat doa
Dalam doa, terkandung harapan
Dalam harapan, terdapat kekuatan untuk kembali bersatu dengan diri,
dengan alam, dan dengan kehidupan itu sendiri.
Daftar
Pustaka:
Budi, Arifina. 2017. “Yang
Khas yang Berkhasiat Asli Indonesia”. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/01/17/yang-khas-yang-berkhasiat-asli-indonesia
Diakses 03 Juni 2025 Pkl. 09.00
Isnawati, Deby L. Dan
Sumarno. 2021. Minuman Jamu Tradisiona
Sebagai Kearifan Lokal Masyarakat di Kerajaan Majapahit Pada Abad Ke-14 Masehi.
e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 11, No. 2 Tahun 2021. Evatara: Universitas
Negeri Surabaya
Komentar
Posting Komentar