Tumpeng bukan hanya makanan tradisional. Ia adalah simbol hidup. Dalam setiap susunan nasi, lauk – pauk yang mengelilinginya, bentuk yang menjulang. Tersimpan pesan leluhur tentang syukur, keselarasan, dan kesadaran diri manusia.
Suku Jawa adalah salah satu suku etnis paling besar yang terdapat di Indonesia. Dalam suku Jawa, makanan tradisional sangat terkait dengan ritual masyarakat Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini. Salah satu hidangan tradisional masyarakat Jawa yang masih sering ditemukan di acara adat suku Jawa adalah tumpeng (Ababil et al, 2021).
Kata Tumpeng berasal dari sebuah kalimat jawa yaitu “yen meTU kudu meMPENG”, arti dari kalimat tersebut adalah “ketika keluar harus sungguh-sungguh semangat” dimana dapat ditarik suatu makna yaitu ketika manusia terlahir ke dunia maka mereka harus menjalani kehidupan di jalan Tuhan dengan semangat, yakin, fokus dan tidak mudah putus asa (Ed-dally dalam Ababil et al, 2021)
Tumpeng merupakan makanan tradisional suku jawa yang terdiri atas nasi berbentuk kerucut dan dikelilingi oleh lauk pauk. Dalam budaya Jawa, tumpeng biasa digunakan sebagai sajian utama pada acara syukuran, selamatan maupun upacara – upacara adat tertentu seperti halnya dalam prosesi pernikahan (Krisnadi dalam Ababil et al, 2021).
Nasi pada tumpeng umumnya memiliki warna putih atau kuning, putih memiliki makna kesucian dan kuning memiliki makna kesejahteraan. Setiap Jenis tumpeng memiliki makna tersendiri berdasarkan warna nasi yang digunakan maupun lauk pauk yang digunakan dalam tumpeng tersebut. Menurut Setiono (2020) Beberapa jenis tumpeng sebagai berikut :
1. Tumpeng Megana
Tumpeng megana merupakan tumpeng yang di hadirkan pada acara syukuran kelahiran anak, ciri khas pada tumpeng megana ini adalah Nasi yang digunakan yaitu nasi putih sebagai lambang kesucian, serta telur rebus yang dimasukkan didalam tumpeng yang menjadi simbolis dari anak tersebut dan pada bagian ujung tumpeng ditutupi dengan daun pisang yang menandakan tempat suci . Tumpeng megana juga dilengkapi dengan berbagai jenis sayur yang melambangkan harapan untuk bayi baru lahir itu di masa mendatang.
(Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
2. Tumpeng Kapuranto
Tumpeng kapuranto merupakan tumpeng yang digunakan sebagai simbolis permintaan maaf. Tumpeng kapuranto dicirikan dengan nasi tumpeng yang berwarna biru dengan pewarna alami bunga telang (Clitoria ternatea). warna biru pada tumpeng kapuranto menandakan ketenangan, ketulusan, kesetiaan, dan kedamaian.
(Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
3. Tumpeng Pungkur
Tumpeng Pungkur adalah tumpeng yang digunakan sebagai simbolis dalam upacara kematian. Tumpeng Pungkur terdiri atas dua potong nasi putih dengan posisi yang ungkur ungkuran ataupun bertolak belakang. Hal ini menggambarkan orang yang telah meninggal akan terpisah dari alam dunia dan berada di alam kubur.
Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi. Tumpeng yang satu ini tidak menandakan suka cita seperti sebelumnya, melainkan tumpeng ini melambangkan duka cita. Karena tumpeng ini di sajikan pada pemakaman pria atau wanita yang belum menikah. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih yang dibelah vertikal dan di jajarkan saling membelakangi untuk melambangkan perbedaan antara kehidupan dan kematian. Tumpeng pungkur ini hanya berisikan lauk pauk sayuran, ketan kolak dan apem. tumpeng ini biasanya hanya didiamkan di rumah selama semalaman kemudian pagi harinya dihanyutkan di sungai (Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017).
Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
4. Tumpeng Robyong
Tumpeng Robyong merupakan tumpeng yang digunakan sebagai simbolis dalam perayaan besar seperti upacara pernikahan suku jawa. Tumpeng robyong memiliki ciri pada bagian ujung tumpeng terdapat telur ayam utuh, bawang merah, terasi bakar, dan cabe merah dan dililiti oleh kacang panjang rebus.Tumpeng robyong memiliki makna kebersamaan serta sifat gotong royong.
(Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
5. Tumpeng Punar
Tumpeng Punar merupakan tumpeng yang digunakan sebagai simbolis dalam merayakan kegembiraan. Tumpeng punar menggunakan nasi yang berwarna kuning karena kuning melambangkan kegembiraan dan kesejahteraan. Digunakan agar kehidupan keluarga cerah, seperti menyambut kehadiran anak.
(Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
6. Tumpeng Kendhit
Tumpeng kendhit merupakan tumpeng yang digunakan sebagai simbolis untuk Syukuran keberhasilan dalam mengatasi masalah (memohon jalan keluar dari kesulitan hidup). Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam menjalani kehidupannya. Lilitan kunyit pada bagian tengah tumpeng menjadi simbol halangan, masalah serta kesulitan hidup yang terus membelit manusia. Sedangkan lauk pauk yang mengelilingi tumpeng dilambangkan sebagai solusi dalam mengatasi masalah tersebut.
(Sumber: Perpustakaan Digital Budaya Indonesia,2017)
Nasi tumpeng yang berwujud kerucut memiliki makna tersendiri. Bentuk yang menjulang ini melambangkan konsep ilahi—bahwa Tuhan berada di posisi tinggi, megah, dan menjadi pusat dari semua arah kehidupan. Puncak tumpeng melambangkan arah spiritual manusia menuju Yang Ilahi, sebagai wujud kesadaran bahwa semua pencapaian dan kemakmuran berasal dari Yang Maha Kuasa. Lebih dari sekadar bentuk, bagian atas tumpeng juga melambangkan harapan: agar kehidupan manusia terus berkembang, baik secara spiritual maupun kesejahteraan fisik. Semakin tinggi tumpeng, semakin besar harapan dan doa yang dipanjatkan. Jadi, tumpeng tidak sekadar hidangan makanan, melainkan juga pengingat tentang arah hidup dan tujuan sejati manusia.
Menurut Ababil et al (2021) Jumlah Lauk Pauk yang digunakan dalam tumpeng berjumlah 7 jenis, Angka 7 dalam bahasa Jawa yaitu pitu. Pitu memiliki arti pitulungan ataupun pertolongan. Menurut Setyoningsih dalam Ababil et al (2021), Pemaknaan bahan pada tumpeng :
1. Nasi
Pada tumpeng digunakan nasi karena nasi merupakan makanan pokok masyarakat jawa sehingga nasi memiliki simbol sebagai lambang kehidupan.
2. Ayam Ingkung
Menyembelih ayam jago memiliki arti menghindari sifat buruk dari ayam jago, antara lain: sombong, tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri. kalau berbicara selalu menyela dan merasa benar sendiri (berkokok). Ayam ingkung disajikan dengan posisi yang sedang bersungkur, hal ini menyimbolkan menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dan dimasak dengan bumbu kuning yang memiliki arti hati yang tenang (wening).
3. Telur Ayam
Telur dijadikan sebagai simbol bahwa manusia diciptakan dengan fitrah yang sama dan yang membedakan hanyalah ketakwaan serta tingkah lakunya saja.
4. Ikan Lele
Karakter ikan lele sendiri adalah tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai sehingga ikan lele memiliki arti ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.
5. Ikan Teri
Ikan Teri hidup di laut dan selalu bergerombol sehingga memberi makna kebersamaan dan kerukunan.
6. Cabai Merah
Cabai merah dihias menyerupai kelopak bunga yang biasanya diletakkan diatas nasi tumpeng, menjadi simbol api yang dapat memberikan penerangan (tauladan) yang bermanfaat untuk orang lain.
7. Sayur Urap : Kangkung
Kangkung memiliki arti jinangkung, yang maknanya adalah melindungi. Bayam yang maknanya adalah ayem tentrem. Taoge (cambah) memiliki arti tumbuh. Kacang Panjang memiliki arti pemikiran yang jauh ke depan. Bawang merah memiliki makna mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik maupun buruknya. Kluwih memiliki arti linuwih, maknanya adalah mempunyai kelebihan dibanding lainnya. Bumbu Urap, Urap memiliki arti urip, maknanya adalah hidup atau mampu menghidupi maupun menafkahi keluarga
Tumpeng: Simbol yang Mengungkapkan Pesan
Tumpeng berbentuk kerucut yang menjulang tinggi, melambangkan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Ia pun dikelilingi oleh berbagai lauk yang disusun berputar, mencerminkan hubungan horizontal dengan sesama dan alam semesta. Ini adalah filosofi Jawa yang dinamakan “Sangkan Paraning Dumadi”—asal mula dan tujuan akhir manusia.
Tradisi menyusun tumpeng bukan hanya sekadar kebiasaan dalam merayakan ulang tahun, selamatan, atau syukuran. Ia merupakan ungkapan rasa syukur yang tidak hanya diungkapkan melalui kata-kata, tetapi juga dalam tindakan yang bermakna. Ketika seseorang membuat dan menyajikan tumpeng, sesungguhnya ia menyampaikan: “Terima kasih, hidup ini berharga.”
Syukur sebagai Akar
Syukur tidak hanya tentang menerima, tetapi juga memahami. Menyadari bahwa kita ada, bahwa kita terhubung dengan berbagai hal: dengan keluarga, dengan alam, dengan sejarah, dan dengan Tuhan. Tumpeng mengajarkan bahwa kehidupan adalah berkat yang patut dirayakan dan dipikirkan.
Syukur dalam budaya Jawa bukan hanya kata, melainkan Laku. Membuat tumpeng merupakan manifestasi nyata dari rasa syukur kepada Tuhan, leluhur, alam, dan sesama. Ini merupakan pengakuan bahwa kehidupan bukanlah hasil dari usaha pribadi, melainkan sebuah karunia yang perlu dijaga dan dihargai.
Saat manusia melupakan rasa syukur, ia rentan terjerat dalam keserakahan dan kekosongan. Namun melalui tradisi seperti tumpeng, kita diajak untuk kembali ke asal—ke titik nol kesadaran, di mana kita menyadari bahwa menjadi manusia sejati adalah menjadi individu yang sadar, penuh kasih, dan berserah.
Dalam psikologi kontemporer, rasa syukur terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan emosional, memperkuat hubungan sosial, dan bahkan meningkatkan kesehatan fisik. Tanpa disadari, tradisi tumpeng telah mengajarkan hal ini jauh sebelum sains membuktikannya.
Tumpeng dan Pemahaman Diri
Ketika kita berada di depan tumpeng, sebenarnya kita diajak untuk merenungkan diri sendiri. Apakah kita masih mengalami kehidupan dengan kesadaran, atau sekadar menjalani rutinitas? Apakah kita benar-benar hidup dalam kehidupan kita, atau hanya bertahan hidup?
Tumpeng mengingatkan kita tentang keseimbangan: antara memberi dan menerima, antara aspek materi dan spiritual, antara keinginan dan ketulusan. Dalam kehidupan yang cepat ini, tumpeng menjadi lambang yang mengajak kita untuk sejenak berhenti, merenungkan, dan kembali ke inti diri kita.
Warisan budaya seperti tumpeng mencerminkan identitas kita—tidak hanya sebagai individu, melainkan sebagai elemen dari jaringan kehidupan yang lebih luas. Dengan menghormati tumpeng, kita belajar menghormati diri sendiri, menghargai perjalanan hidup, dan memahami makna eksistensi.
Ramainya dalam upaya mencari pengakuan, menjadi diri sendiri adalah perjalanan yang sunyi. Tumpeng, dalam kesederhanaannya, mengajarkan kita untuk merenung ke dalam, bukan ke luar. Untuk menanyakan: siapa diriku, untuk apa aku ada, dan bagaimana aku dapat memberi arti?
Tumpeng tidak berteriak, melainkan ia berbisik penuh kebijaksanaan. Ia tidak mendesak, tetapi mengundang. Ia tidak menjamin keberhasilan di dunia, tetapi menunjukkan cara untuk menjadi manusia yang utuh dan sepenuhnya hadir.
Tumpeng simbol perjalanan spiritual kesadaran manusia. Tumpeng sering dimaknai juga sebagai akronim “Tumindak lempeng tumuju Pangeran” berjalan lurus ke Tuhan.
Daftar Pustaka:
Ababil, N.R., Hasairin, A., & Fakhrun Gani, A. R. (2021). Kajian Etnobiologi Tumpeng Sebagai Makanan Budaya Suku Jawa di Indonesia. Prosiding Sixth Postgraduate Bio Expo 2021: Webinar Nasional VII Biologi dan Pembelajarannya.
Perpustakaan Digital Budaya Indonesia. (2017). https://budaya-indonesia.org/. Diakses 27 Juni 2025
Komentar
Posting Komentar